Tentang Prestasi Dan Bakat Yang Dikhawatirkan Tak Terfasilitasi
Sungguh dulu saya sangat takut membayangkan kedua anakku mondok semua. membayangkan betapa kesepiannya saya tanpa kedua anakku yang tengil, lucu, sholihah dan banyak akal ini. Terlebih saat itu saya masih tinggal di sebuah perumahan yang relatif lengang di sebuah kota tanpa sanak saudara di sini, kota malang, kota yang tanpa sanak saudara.
Kak Nay sangat aktif di sekolah. Dia banyak sekali memiliki prestasi dalam berbagai bidang baik akademik maupun non akademik. Di bidang akademik kak nay pernah mengharumkan nama sekolahnya dengan meraih juara 1 olympiade sains bidang bahasa inggris se provinsi Jawa Timur yang waktu final tingkat nasionalnya diselenggarakan di UGM Yogyakarta bersamaan waktunya dengan jadwal masuk pondok pesantren pilihannya yakni almunawwariyyah sudimoro bululawang malang. Karena itu kak nay secara ihlas tidak berangkat ke yogya untuk mengikuti final nasional.
Di bidang non akademik Kak Nay banyak sekali memiliki piala dari berbagai cabang perlombaan dari berbagai instansi penyelenggara di berbagai tingkatan khususnya di bidang kemampuan komunikasi seperti presenter radio, presenter televisi, ceramah agama/pildacil, story telling, juga menyanyi dalam group paduan suara. Kak Nay juga beberapa kali menjadi presenter tamu acara anak-anak di Radio Kosmonita Malang saat dia duduk di kelas 5 SD. Selain itu Kak Nay juga aktif menulis buku komik dan komik pertamanya akan segera diterbitkan.
Kebanyakan teman-temanku yang tau “reputasi” Kak Nay ini menyatakan “eman” atau “sayang” atau khawatir atas rencana kak nay melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren. Umumnya alasan mereka adalah khawatir kemampuan akademik dan juga bakatnya akan tidak berkembang dengan baik dengan alasan bahwa kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan di Pondok Pesantren tidak mampu bersaing dengan sekolah umumnya yang ada di luar khususnya di Kota Malang. Bahkan ada juga kawan saya yang secara jelas menyatakan bahwa jika kak nay mondok dia khawatir kelak kak nay tak akan bisa memiliki karir yang baik.
Awalnya komentar beberapa teman tentang “eman” sama Kak Nay sempat membuat saya berfikir apakah potensi dan bakat kak nay akan “terpupus” dan justru tidak berkembang ketika ia melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren. Sebagai seorang ibu saya sempat merenung berkali-kali tentang bagaimana saya harus mengambil keputtusan untuk jenjang pendidikan lanjut bagi anak gadis pertamaku ini. Selain banyak merenung saya juga memilih beberapa orang sukses dan bijaksana (versi saya) di sekitar saya untuk saya ajak berdiskusi tentang Kak Nay yang bagi saya adalah seorang anak yang tentu saja berkah hidup. Sebagai berkah hidup saya berusahan menjaganya dan memberinya yang terbaik.
Beberapa catatan penting dari nasehat berbagai pihak itu saya rekam baik-baik dalam ingatan saya antara lain:
- ketika kita memilih jalan pendidikan agama Alloh untuk anak-anak kita maka yakinlah Alloh yang menjaga dan mengatur kebaikan untuk anak kita di dunia dan akhirat.
- kalau anak kita menjaga al-quran maka alquran akan menjaganya.
- karir yang baik bukan semata didapat dari ijazah/sekolah yang baik justru dari kepribadian yang baik.
- mencari ilmu bukan untuk mendapat pekerjaan. jika sekolah untuk dapat pekerjaan itu adalah niat sekolah yang salah. sementara niat yang salah berarti segala hal yang dilakukan dalam rangka mencapai tujuan dalam niat itu maka otomatis juga salah. artinya sepanjang jalan dilalui adalah salah atau bahasa lainnya adalah tersesat.
- kenapa banyak orang berfikir kalau punya anak cerdas dan berprestasi maka jangan dipondokkan? sementara kalau anaknya bebal nakal dan menyusahkan maka sebaiknya dipomdokkan saja? itu adalah pikiran yang salah tentang pondok pesantren sebagai bengkel moral dimana orang tua ketika tak mampu mendidik lalu diserahkan pada kiai.. Justru seharusnya kalau anak berpotensi positif maka berilah lingkungan yang positif yakni pondok pesantren.
- anak yang mondok akan memiliki bekal yang baik untuk berbakti dengan cara berbakti sesuai aturan Alloh SWT. Bukan hanya baik namun juga benar secara agama.
- dst.
Ternyata setelah berhasil memondokkan mengatasi pergolakan batin memondokkan mbak ninid kecil saya masih juga mengalam pergolakan batin saat memondokkan kakaknya. Hanya saja kali ini lebih banyak aspek rasionalnya. mungkin karena kak nay lebih “cukup umur” dibanding adeknya yakni mbak ninid kecil saat berangkat mondok.
Masalah Berikutnya: Gagal Mendapat Formulir Dalam Antrean
Sebenarnya masalah ini sudah saya bayangkan mengingat pengalaman dan pernyataan beberapa wali santri lain yang bercerita tentang sulitnya mendapatkan formulir untuk masuk ke pesantren ini. Di bagian lain blog ini telah saya ceritakan sulitnya formulir masuk pondok pesantren ini dalam judul anakku mondok. Setelah bagian ini akan sedikit saya ulas lagi.
Hari antrean formulir itu saya berangkat jauh lebih pagi dari biasanya yakni jam 6 pagi. namun ternyata antrian untuk formulir itu telah terbentuk semenjak bakda subuh. Selain itu yang mengantri kebanyakan bapak-bapak dan tentu saja wajah-wajah mereka “tampak waspada” dan “siap berebut”. Tentu saja saya yang perempuan serta bertubuh ramping (cie….) tak berdaya melihat pemandangan tersebut dimana tak sampai 20 menit formulir telah habis.
Sedih..? iya banget. Saya sangat sedih sebab berfikir bahwa ternyata saya tak mampu berusaha sendiri untuk memuliakan anak saya belajar di tempat yang menurut saya sangat baik. Selain itu saya juga sedih sebab merasa kurang bersyukur dimana tahun sebelumnya anakku Mbak Ninid kecil mendapatkan formulir tersebut tanpa antri sama sekali. Hari itu saya menangis pada Kak Nay seraya minta maaf pada kak nay. Di Luar dugaanku Kak nay menjawab:”Sudahlah Umi jangan sedih… dimanapun aku mondok aku akan berusaha jadi anak yang baik dan selalu sayang umi…”. Pagi itu aku termehek-mehek pasrah pada alloh SWT sekaligus bersyukur atas sikap Kak Nay sampai ketika suara WA (Whatsapp) berdenting-denting dari HP di tanganku. Tiba-tiba aku tersadar suatu peluang…
Saya lalu menelfon seorang sahabat lama yang ketika berkontestasi di pilkada lokal berkali-kali minta bantuan saya baik urusan lobi ke DPP Partai induk yang bersangkutan untuk kepentingan rekomendasi maupun dalam hal pemenangan di tingkatan basis. Ya Alhamdulillah yang bersangkutan menang/berhasil dalam pilkada tersebut. Kebetulan saya tahu yang bersangkutan rumahnya tidak jauh dari sini dan saya juga tahu yang bersangkutan sering “sowan” baik sebagai tamu undangan pejabat lokal maupun “sowan” sebagai santri ke pesantren ini. Dan alhamdulillah telpon saya langsung dianngkat dengan sapaan:”Assalamualaikum, Sedang dimana ini neng?” saya jawab:”Di Sudimoro Almunawwariyyah?”. Beliau bertanya lagi: “Ngapain? antri formulir tah? ” “Iya..” “Sudah gak usah antri nanti saya sowan ke situ saya mintakan formulir. Ini saya masih di bandara jakarta nanti turun malang langsung saya ke situ sebelum pulang. Formulirnya nanti saya antar ke rumah njenengan di Riverside”. Alhamdulillah… padahal saya bukan sedang antri tapi sedang hampir putus asa sebab tak kebagian formulir.
Beberapa hari kemudian formulir telah sampai di tangan saya.. penuh takjub saya pandangi formulir itu. Betapa mudahnya Alloh memberi solusi dari jalan yang tak pernah disangka-sangka… sungguh rezeki tiada tiara.
Tentang terbatasnya formulir: Dialog saya dengan pengasuh setahun yang lalu
Dialog ini setahun lalu ketika pertama kali saya datang untuk mendaftarakan ninid tanpa formulir sebab dihantarkan via telfon langsung pada pengasuh Kyai maftuh Said oleh Guru Kami Kyai Said Khumaidi Lamongan. Saya datang pada hari ahad yang kemudian baru saya tahu istilahnya adalah hari sambangan. Di hari itu via telpon abah yai Said bilang supaya langsung menemui beliau di masjid. Dan saya lihat kerumunan orang tua wali santri penuh takdzim pada sesosok yang dari jauh tampak begitu berwibawa berbicara pada mereka di serambi samping masjid pondok tersebut..
Saya segera membaur dalam kerumunan tersebut dan beliau langsung menerima saya dengan sapaan:”Ini dari mana (asalnya)?” Segera saya menjawab dan menjelaskan hal ihwal kedatangan saya serta tak lupa menyampaikan salam dari abah yai said. Di luar dugaan saya (sebab saya belum paham situasi sulitnya mendapat formulit tersebut) beliau berkata pada semua bahwa beliau menerima anak saya sebab titipan sahabat beliau. Agak bingung saya mulai memperhatikan wajah-wajah para wali santri dan mulai memahami dan menyimpulkan bahwa ternyata kebanyakan mereka ini sedang memohon mendapatkan formulir tersebut namun sudah tidak tersedia lagi. Anakku (Mbak Ninid) juga sebenarnya tidak diberi formulir melainkan hanya secarik kertas yang ditulis langung dengan tangan oleh Pak Kiai dan ditujukan pada pengurus.
Dengan agak penasaran saya bertanya pada beliau:”Pak yai kenapa tidak diterima semua saja..?” Beliau menjawab:”kalau saya terima semua itu berarti saya kurang memulikan para santri sebab fasilitas yang tersedia tidak cukup untuk menerima semua. Saya kan harus melayani santri sebaik-baiknya….”. Dengan masih penasaran saya bertanya kembali:”Pak yai kenapa tidak diterima semua lalu di test saja sehingga semua mendapat kesempatan yang sama untuk bisa diterima di pondon pesantren ini…?” Di luar dugaan saya belaiau bertanya lagi:”Di test itu maksudnya dipilih yang pintar? atau saya memilih santri yang masuk sini adalah yang pintar dan bisa menjawab soal testnya…?” Dengan agak galau saya menjawab iya. lalu beliau menjelaskan:”Semua orang tua ingin anaknya jadi pintar, ngerti dan alim. Kalau Kiai mikirnya milih anak santri yang pintar lalu yang meminterkan bocah bodoh siapa..? Mosok Kiai tego ninggal umat bodoh…? Test disini ya cukup itu saja: dapat formulir. Kalau berhasil mendapat formulir ya berarti lulus test masuk. Untuk dapat formulir itu berarti Alloh SWT yang memilih bagaimana anak dapat formulir. Biar Alloh SWT saja yang memilih santri untuk saya. Biar Alloh saja yang mengatur siapa yang mendapat formulir serta bagaiamana caranya. Tugas saya sebagai kiai yang minterno semua santri baik yang sudah asli pinter maupun yang bodoh….”.
Pagi itu saya takjub dengan jawaban beliau yang begitu mendalam rasa pengabdiannya sebagai seorang Kiai. Sungguh pagi itu adalah dialog terbaik sepanjang masa yang pernah saya alami dimana saya menemukan kedalaman budi pekerti makrifatulloh dan keluasan pikiran dari seorang hamba Alloh SWT terpilih di zaman ini. Saya bersyukur bertemu dengan seorang manusia sedemikian layak untuk dihormati. Dan dari hari ke hari saya semakin banyak melihat serta mendengar, terutama dari suami saya, tentang keutamaan ahlak serta pemikiran beliau sebagai seorang Kiai di zaman ini. Semoga Alloh senantiasa melimpahkan kesehatan dan kesejahteraan untuk beliau agar panjang umur dan membina semakin banyak generasi qur’ani yang memberkahkan bumi nusantara ini. amiin…